Selasa, 01 April 2014

Mungkin Tuhan lelah, Mbak.



Kepada Mbak Wina...


Mbak baik, mbak ramah, mbak selalu dekat dengan Tuhan
Sayang... Kisah cinta mbak terlalu rumit
Serumit kopi hitam yang menyisakan ampas di dasar gelas
Tangan mbak yang siang malam menengadah mendo’akan kesembuhan
Kesembuhan seorang pengecut yang akhirnya meninggalkan mbak
Tak apa, mbak.
Mungkin Tuhan tak restui kau untuk selalu menangis
Tuhan lelah melihat sungai kerap mengalir ketika kau sebut namanya
Tuhan lelah melihat hujan dimata mu
Dan Tuhan lelah melihat kau tak sekalipun ikut tertawa
Izinkan saja dia pergi, tapi senyummu jangan ikut bersamanya.
Sedihlah, mbak.
Sedih adalah nama lain dari perempuan
Setelahnya, bangkitlah.
Karena jatuh adalah pijakan untuk bangkit dan kemudian berlari

Adikmu, Siska.
(Peluk sayang dari jauh).

Selasa, 24 September 2013

Semestinya Tak Ada Yakin Yang Tak Yakin

“Kalau aku boleh jujur ... dia memang gak sebanding dengan kamu, dia cantik, anggun, dia selalu mampu mengambil perhatianku lalu mengalihkannya darimu, dia pintar memasak makanan apa saja, dia selalu bersih dan rapih”.

Sakit, ada yang tergores jauh di dalam dadaku.
Kutahan anak sungai yang hampir turun seperti air bah, suaraku bergetar, tapi tetap kupastikan aku baik-baik saja. Setelah percakapan itu, aku menutup percakapan yang hanya sering kami lakukan ditelepon seluler.

Namaku Wina, 24 Tahun.
Sehari-harinya aku biasa dipanggil Mbak Wina, entah kenapa semua orang terbiasa memanggilku dengan sebutan itu. Mereka bilang, muka Mbak Wina tuh adem kalo dipanggil Mbak, kayak orangnya, baik, menyenangkan dan menenangkan. Alhamdulillah, selalu kubalas dengan ucapan itu dan hanya tersenyum. Setelah lulus kuliah, aku bekerja di sebuah Madrasah sebagai pegawai Tata Usaha. Bertemu banyak senyum siswa dan siswi setiap hari, bertemu guru-guru yang ramah,tapi tak pernah kutemukan senyum orang yang kucintai.

Dia ...

Ya, laki-laki yang membuatku tergila-gila akan cinta, laki-laki yang membuatku menutup pintu hatiku untuk laki-laki lain selama sembilan tahun, laki-laki yang membuatku merasa sangat berarti, laki-laki yang sangat kusayang, laki-laki yang membuatku menyerahkan seluruh hidupku untuknya, laki-laki yang membuatku rela melakukan apa saja untuk kebahagiaannya, laki-laki yang mengalihkan duniaku dan laki-laki yang selalu menyakitiku, selalu.
Kadang, ingin kutanyakan pada Tuhan, apa cinta memang seperti ini ?
Bukankah cinta itu membahagiakan ?
Yang kutahu cinta tak pernah menyakiti, tak pernah membuat pilu seperti ini.

Aku bertemu dengannya ketika menginjak kelas 3 di Madrasah yang kini menjadi tempatku bekerja, bertemu sebentar saja. Berkenalan, kemudian semakin dekat. Dia yang selalu bisa membuatku tersipu malu, membuat senyum simpul dibibirku, membuat rona merah dipipiku, membuatku merasa dicintai. Ah sungguh kala itu aku jatuh cinta. Mencintai laki-laki untuk pertama kalinya hingga hari ini.
Apakah mencintai itu salah ? Atau aku tidak berhak mencintainya ?

Tiga tahun berjalan, sesuatu terjadi.

Kekasihku menjadi suami orang ...

Seperti tamparan keras, hidupku kemudian jungkir balik.
Ujian macam apa ini Tuhan ?
Tidak ada aba-aba untuk kejadian ini, tidak ada pemberitahuan, hidupku jadi tak menentu, kehilangan arah, kehilangan keseimbangan, kesepian jadi teman paling dekat saat itu.

Satu-satunya yang kulakukan adalah berserah diri kepada Tuhanku, beristighfar dan bertawakal.
Kutatap hari baru, melangkah maju dan selalu mengatakan pada diri sendiri “banyak yang harus kau kerjakan Wina, masih ada masa depan yang harus kau kejar, masih ada keluargamu yang harus kau buat bangga, masih banyak teman yang ikhlas membuatmu tersenyum dan masih ada diri sendiri dua tangan dua kaki dua mata dua telinga yang membuatmu sempurna tanpa kehadiran seseorang dihatimu, percaya dirilah”.
Kujalani semuanya semampuku, semampu yang aku bisa dan kemudian terbiasa.
Aku terbiasa dengan kesendirian dan kesepian.
Senyum yang kadang kupaksakan, lelah, tapi harus tetap kujalani.
Untuk bertahan hidup, tak lain dan tak bukan hanya untuk itu.
Ah hidup sungguh terasa sangat dramatis, kadang hati kecil selalu mengatakan untuk tidak mendramatisir kehidupan.

Perlahan aku mulai berdiri dengan percaya diri.

Setahun kemudian, Dia kembali ...

Kembali disaat aku mulai mampu menghadapi hari-hari tanpanya, kembali disaat aku mulai menyusun langkah baru, kembali disaat aku mulai berdiri menatap matahari.
Aku hidup untuk siapa ya Tuhan ? Rencana apa lagi yang kau susun untuk hambaMu ini ?
Aku letih bertarung melawan hari, melawan waktu yang kadang tak memberiku kesempatan untuk berjuang membenahi diri.

Dia datang dengan muka berdosa, dengan penyesalan yang teramat mendalam, datang menjemputku kembali untuk menyongsong hari-hari bahagia lagi bersamanya dan bahkan dia menjajikan pernikahan yang agung didepanku. Pagar betis yang sudah kutahan ambruk ditelan kata-kata manisnya, rasa penyesalan karena telah membuatku kecewa, dia masih sangat mencintaiku itu yang kulihat saat aku menatap matanya.
Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua ! Untuk berubah dan untuk memperbaiki diri.
Aku tak mampu menyembunyikan rasa cintaku yang masih sangat besar terhadapnya, cinta yang dengan susah payah berusaha kuhapus dari hatiku, namun tak berhasil. Aku kalah, dikalahkan rasa cinta yang masih terlalu besar, yang tak mampu kuhalangi jalannya memang untuk kembali kepadanya.

Mengulang hari ...

Itulah yang kulakukan, aku mengambil keputusan kembali menerima orang yang telah menyayat hatiku, menciptakan sebuah lupang kosong yang diisi kesepian jauh didalam sana, kembali mencintainya meskipun dia sudah menjadi seorang duda.

Tak dapat kupungkiri, aku masih berharap menjadi ibu dari anak-anaknya, menyiapkan makanan untuknya setiap hari, mengurusnya dari mulai terbangun hingga kami kembali tertidur dimalam hari, menghapus rasa letihnya, menjaganya disaat dia sakit, memperhatikan gizinya dan mencintainya seumur hidupku.
Sesederhana itu ?
Iya, hanya itu.
Dia berjanji untuk menikahiku, dan yang kutunggu memang hanya itu.
Yang kupercaya adalah aku mencintainya
Kuserahkan semuanya untuknya, untuk kekasih hatiku.

Singkat cerita, dua tahun berlalu.

Sesuatu yang tak pernah kusangka untuk kedua kalinya menimpa hidupku dan hidupnya.
Dia kecelakaan, kecelakaan yang membuatnya belum bisa kembali berjalan hingga hari ini.
Ini cobaan yang terlalu besar ya Tuhan, aku harus bagaimana menyikapi ini, harus kemana ku temui dirinya ? Ke rumah sakit ? Ke rumahnya ? kemana ? Aku panik saat itu, karena yang kami jalani ini adalah long distance relationship. Bertemu hanya sekali sebulan sekali dua bulan bahkan sekali tiga bulan. Aku bingung, sedih bahkan aku merasa separuh hidupku lenyap. Aku yang tidak bisa selalu berada disampingnya, menjaganya, membuatnya tabah menghadapi hari-hari yang penuh dengan cobaan.
Sekali dua kali pernah kutemui dirinya, niat baikku memberikan perhatian dan kekuatan, tapi jalanku untuk bertemu kekasihku semakin sulit. Pernah berkunjung ke rumahnya, tapi tak bertemu dia karena dia sedang melakukan pengobatan tradisional di tempat lain. Rasanya ingin menangis, tapi tetap kutabahkan hati. Dilain kesempatan pernah mencoba menemuinya ditempat pengobatan, tapi tetap saja ada halangannya, halangan yang membuat perih, seperti direncanakan untuk memang tak bertemu dirinya. Sabarku masih bertahan, komunikasi yang tak berjalan lancar hingga akhirnya aku tahu seseorang yang lain yang menemani kekasihku menjalani hari-harinya yang sulit.

Kekasihku juga kekasihnya ...

Harus kutelan lagi pahitnya kenyataan, kenyataan yang selalu menghempaskanku dari mimpi-mimpi indah yang kususun bersamanya.

“Jangan ganggu lagi hubungan kami Mbak ... aku dan dia sudah lama bersama, aku mencintainya dan kami akan terus bersama, aku yang merawat lukanya, aku yang menyuapkan makanannya, aku yang selalu memberikan semangat kepadanya, tidak ada mbak disini, hanya ada aku dan dia, mbak bukan siapa-siapa disini, aku yang mengisi hari-harinya dan aku yang berhak memilikinya”.
Semua pesan singkat ditelepon seluler ku selalu bernada itu, hanya memintaku untuk tidak menghubungi kekasihku lagi, maksudku ... kekasihnya.

Tak terbendung lagi, sungai ini setiap hari selalu mengalir, do’a yang kusampaikan pada Tuhanku belum dikabulkan, impian hidup sederhana dan menjadi ibu dari anak-anaknya dimakan waktu. Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi kenyataan ini, kenyataan yang menghempaskanku untuk kedua kalinya.
Aku tak yakin melanjutkan cerita bersamanya, mengambilnya dari tangan wanita lain sekali lagi, tak yakin memberinya kesempatan ketiga. Karena setelah kesempatan ketiga akan ada kesempatan keempat kelima dan seterusnya.

Bukan dia yang salah, tapi aku.

Aku salah menerimanya kembali, salah memberikan kesempatan, salah masih berharap dia berubah seperti janji manisnya yang dia ucapkan ketika itu. Ah, sungguh mengahadapi kenyataan itu sulit. Sulit, tapi tidak terlalu sulit untuk hidup pahit sekali lagi.

Tuhan tahu yang terbaik untukku, cobaan yang diberikan tidak pernah melampaui batas kemampuan hambanya.

Ku tak melihat kau membawa terang yang kau janjikan
Kau bawa bara berserak dihalaman
Hingga kekeringan
Oh, dimana terang yang kau janjikan
Aku kesepian
Dimana tenang yang kau janjikan
Aku kesepian
Sepi ...
Ku tak melihat kau membawa tenang yang kau janjikan
Kau bawa debu bertebar diberanda berair mata
Oh, dimana tenang yang kau janjikan
Aku kesepian
Dimana terang yang kau janjikan
Aku kesepian
Sepi ...
Oh, dimana terang yang kau janjikan
Aku kesepian
Dimana tenang yang kau janjikan
Aku kesepian
Dimana menang yang kau janjikan
Sepi ...
Sepi ...
Sepi ...

(Lagu Kesepian-Efek Rumah Kaca)

Untuk Mbak Wina tersayang (nama samaran), tetap semangat.
Mari menatap matahari sekali lagi, karena akan datang suatu hari paling teduh Mbak, percayalah

Senin, 10 September 2012

Bertaruh Luka Selesai

Mari bertaruh luka di meja ini
Kita lihat siapa yang menang
Tapi kini kita semua kalah
Kau aku dia kita
Waktulah pemenangnya
Mari akhiri luka ini
Dan menjahitnya dengan waktu yang baru
Bahkan huruf demi huruf yang berusaha merangkai diri menjadi kata-kata tak kan mampu jelaskan
Biarkan saja dia tenggelam
Tenggelam bersama matahari dan hujan kemaren
Mari merangkai hari
Meski tak seindah pelangi paling tidak dia adalah hari yang baru
Tidak seperti hari kemaren dan awan kelabu
Bertaruh luka selesai
Kita yang sudah saling melambai
Kisah usang yang sudah selesai
Dan sekarang mari merangkai
Merangkai yang harus dimulai
Bertaruh luka selesai
Selesai
Bertaruh luka selesai

Padang, 10 September 2012

Senin, 03 September 2012

Kepada Kamu Yang Ku Cintai Dari Jauh


Jika suatu hari kamu rindu dan ragaku terlalu jauh untuk kamu gapai,
berdoalah..
Agar aku dikuatkan, atau kamu diberikan rezeki berlebih untuk menemuiku.

Jika suatu hari kamu merasa tersisihkan karena semua kesibukanku,
mengertilah..
Aku disini berusaha, agar kelak kita bisa bersama dan kita tak perlu bekerja terlalu keras seperti ini, untuk membayar semua waktu saat kita terpisah seperti ini.

Jika suatu hari kamu tidak yakin akan semua yang kita jalani,
berusahalah..
Agar kita bisa diberikan jalan, atau setidaknya diberikan kemantapan hati untuk melalui apa yang sebenarnya begitu ganjil untuk dijalani. Mencintai dari jauh..

Jika suatu hari kamu membuka mata dan mendapati diriku tak ada disana,
bersabarlah..
Akan datang waktu, dimana jarak terjauh dari aku tak dapat melihatmu adalah ketika saling berpunggungan ketika tidur.

Jika suatu hari kamu mencari sosok untuk kamu rengkuh dengan erat dan sempurna,
cobalah tetap tenang..
Biarlah malaikat yang menjaga langkahmu, biarlah sayapnya menggenggammu erat dan membuatmu aman. Aku yakin, malaikat menyayangi mereka yang mencintai tanpa syarat.

Jika suatu hari kamu kebingungan menentukan langkah, sedangkan aku terlalu fana untuk bisa kamu andalkan,
Yakinilah..
Apapun jalan yang kamu ambil, selama untuk kebaikan kita bersama, aku disini akan tetap tersenyum, memberika suntikan semangat melalui setiap permintaanku kepada Tuhanku.

Jika suatu hari kamu merasa semua yang kita jalani tanpa tujuan,
Ingatlah..
Kita pernah memutuskan untuk bersama, saling jatuh cinta dan berharap pada mimpi yang pernah kita bangun. Berkomitmen menjalani semua, dan saling menjaga segala rasa.

Jika suatu hari kamu ingin mengakhiri ini semua,
renungkanlah..
ada kelelahan yang tak dapat kita sembunyikan dalam menjalaninya, tapi akan ada penyesalan yang terukir pasti dan juga tenaga yang terkuras habis apabila suatu saat nanti kita memutuskan berjalan sendiri.

Jika suatu hari kamu lelah,
Percayalah..
Aku masih disini, di tempat kita biasa bertemu, menunggumu datang untuk kembali bercengkrama, walau sesudahnya ada episode baru bernama rindu yang lebih hebat.

Jika suatu hari kamu merasa dadamu hangat,
peganglah..
Itu doaku, agar kamu selalu merasa tenang. Tuhan sedang menyentuhmu, karena pintaku dalam sujudku.


Untuk kamu yang kucintai dari jauh..
bersabarlah..
Aku disini.. Masih ditempat yang sama,
dengan rindu yang menumpuk,
dan cinta yang tak kalah banyaknya..
Aku disini, menunggumu pulang.
Karena kamu, sudah kubuatkan rumah.
Didalam sini.
dalam hatiku, yang selalu tak pernah gagal untuk kamu sentuh

(Puisi Karya Falla Adinda)

Bertaruh Luka


mari bertaruh luka di meja ini dan lihat siapa yang menang. sebab bayangan masa depan terlalu buram sementara masa lalu di matamu begitu terang. tak ada peluk yang cukup hangat untuk meredakan amarahku dan tak ada cium yang begitu erat untuk mengikatmu.

sementara masih terlampau jauh untuk sebuah genggam. sementara masih terlampau jauh untuk sebuah cinta. sementara masih terlampau jauh untuk sebuah rindu.

sementara sudah terlampau luka
untuk menyebut kita.


(Puisi Karya Bernard Batubara)

Template by:

Free Blog Templates